Lakum Dinukum Waliyadin – Dalam agama Islam, terdapat banyak prinsip akidah yang harus dipatuhi oleh setiap Muslim. Prinsip-prinsip tersebut banyak diambil dari kitab suci Al-Qur’an, karena Al-Qur’an merupakan landasan hidup bagi setiap Muslim.
Setiap ayat suci dalam Al-Qur’an mengandung makna dan arti yang sangat berharga dalam kehidupan. Segala hal yang ada di dunia ini tercermin dalam Al-Qur’an. Mulai dari perbuatan yang baik dan dianjurkan, larangan-larangan, hingga prinsip-prinsip kehidupan yang mulia, semuanya terdapat dalam Al-Qur’an.
Salah satu prinsip yang sangat penting adalah kalimat “lakum dinukum waliyadin”. Berikut ini penjelasan dan makna dari kalimat tersebut.
Arti Lakum Dinukum Waliyadin
Kalimat “lakum diinukum wa liya diin” dalam bahasa Arab, لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ, merupakan bagian dari ayat ke-6 dalam Surat Al-Kafirun dalam Al-Qur’an. Ayat ini memiliki arti “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”. Surat Al-Kafirun adalah surat ke-109 dalam Al-Qur’an.
Surat Al-Kafirun Ayat 6:
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Latin: Lakum Diinukum Wa Liya diin
Artinya: “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al Kafirun : 6)
Prinsip “Bagimu agamamu, bagiku agamaku” merupakan salah satu prinsip akidah Islam yang harus dipegang dan dianut oleh setiap Muslim.
Dengan memahami ayat 6 dalam Surat Al-Kafirun, seorang Muslim akan dengan tegas menolak bentuk loyalitas terhadap orang kafir dan menjauhkan diri dari mereka. Salah satu bentuk loyalitas terlarang terhadap orang kafir adalah dengan menghadiri perayaan-perayaan mereka.
Surat Al-Kafirun termasuk dalam kategori Surat Makkiyah dan terdiri dari 6 ayat. Nama surah Al-Kafirun diambil dari kata yang muncul pada ayat pertama surat ini, yaitu Al Kaafiruun yang berarti “orang-orang kafir”.
Inti dari Surah Al-Kafirun adalah bahwa seorang Muslim dilarang untuk mentolerir atau mengkompromikan keyakinan dalam masalah akidah atau mencampuradukkan ajaran agama.
Sebab Diturunkannya Surat Al-Kafirun
Pada masa penyebaran Islam di Mekkah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, kaum Quraisy secara bertekad menentang dan berusaha tanpa henti untuk menghentikan ancaman Islam terhadap keyakinan yang diwarisi dari nenek moyang mereka.
Dalam salah satu upaya mereka, kaum Quraisy mencoba mengajukan proposal kepada Rasulullah SAW, yang berisi penawaran “Jika Rasulullah SAW bersedia menyembah Tuhan mereka, mereka juga akan menyembah Tuhan sebagaimana konsep Islam.” Pada saat itu, surah Al-Kafirun diturunkan sebagai respons terhadap proposal tersebut.
Makna ayat dalam surat Al-Kafirun mengandung seruan yang jelas kepada orang-orang musyrik bahwa umat Muslim berlepas diri dari segala bentuk ibadah kepada selain Allah SWT, baik secara lahir maupun batin.
Surat ini menyerukan bahwa orang-orang musyrik tidak menyembah Allah dengan tulus dalam ibadah mereka, karena mereka melakukan ibadah dengan menyertakan syirik dan hal itu tidak dapat disebut sebagai ibadah yang benar.
Surat Al-Kafirun dan Artinya
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
قُلْ يٰٓاَيُّهَا الْكٰفِرُوْنَ
Latin: qul yā ayyuhal-kāfirụn
Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang kafir!
لَآ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ
Latin: lā a’budu mā ta’budụn
Artinya: aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah,
وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُ
Latin: wa lā antum ‘ābidụna mā a’bud
Artinya: dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah,
وَلَآ اَنَا۠ عَابِدٌ مَّا عَبَدْتُّمْ
Latin: wa lā ana ‘ābidum mā ‘abattum
Artinya: dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُ
Latin: wa lā antum ‘ābidụna mā a’bud
Artinya: dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah.
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ
Latin: lakum dīnukum wa liya dīn
Artinya: Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”
Tafsir Surat Al-Kafirun
Tafsir Sufi Al-Kafirun 1: Sampaikanlah, wahai mereka yang hatinya tertutup oleh ketidakimanan karena terhalang dari cahaya Allah, sehingga penglihatannya menjadi buta, dan mereka hanya memihak hawa nafsu, setan, dunia, serta segala sesuatu selain Allah.
Tafsir Sufi Al-Kafirun 2: Aku tidak menyembahmu, karena yang kamu sembah bukanlah Tuhan yang sejati. Tetapi kamu menyembah ilusi tentang Tuhan, atas nama Tuhan, sehingga menjadi berhala-berhala kegelapan. Aku adalah hati yang dipenuhi cahaya-Nya, yang tidak ingin terikat pada nafsu gelapmu.
Tafsir Sufi Al-Kafirun 3: Kamu juga tidak akan pernah menyembah apa yang aku sembah, karena jika kamu memasuki Cahaya-Nya, kamu akan terbakar dalam siksaan hijab di dalam kegelapan nerakamu. Aku diberkahi dengan cahaya-Nya yang menyatu dengan-Nya. Kamu tidak memiliki hal itu.
Tafsir Sufi Al-Kafirun 4: Dan aku tidak menyembah dalam perbudakan nafsumu sebagaimana kamu memperbudak dirimu. Mustahil bagiku untuk menyembah sesuatu yang pada hakikatnya tidak ada. Ilusimu adalah hijab yang menghalangi dirimu, sehingga kamu menyembah bayangan sebagai suatu kenyataan.
Tafsir Sufi Al-Kafirun 5: Janganlah kamu dengan segala kegelapan dustamu mengklaim bahwa kamu telah menyembah apa yang aku sembah. Janganlah melihat Cahaya-Ku dengan pandangan gelap yang terhalangmu.
Tafsir Sufi Al-Kafirun 6: Bagimu adalah agamamu yang memperbudakmu dalam siksaan hijab, dengan kesesatan hawa nafsumu. Dan bagiku adalah agamaku dengan limpahan Cahaya Ridho, Anugerah, dan Rahmat-Nya, sehingga aku menyembah-Nya, Dari-Nya, Kepada-Nya, Bersama-Nya, Bagi-Nya.
Tafsir Surat Al-Kafirun oleh Direktur Sufi Center, KH M. Luqman Hakim.
Makna Lakum Dinukum Waliyadin
Prinsip “Lakum dinukum waliyadin” juga tercatat dalam ayat ke-6 surat Al-Kafirun dan membawa makna pentingnya memegang teguh aqidah, yaitu dengan tidak mencampuradukkan ibadah dalam agama Islam dengan praktik agama lain. Menurut Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari, makna dari “Lakum dinukum waliyadin” dapat dijelaskan sebagai berikut:
“Bagi kalian agama kalian, maka janganlah kalian meninggalkannya selama-lamanya karena agama tersebut telah ditentukan untuk kalian. Sudah dipastikan bahwa kalian tidak akan berpisah darinya dan bahwa kalian akan mati dalam keadaan berpegang teguh padanya. Aku pun tidak pernah meninggalkan agamaku selamanya. Sejak dahulu, telah diketahui bahwa aku tidak akan beralih ke agama lain.” (Tafsir Ath Thobari, 24: 704)
“Lakum dinukum waliyadin” memiliki arti bahwa dalam menjalankan ibadah, umat Muslim harus mematuhi perintah Allah SWT sesuai dengan ajaran Islam tanpa mencampuradukkan dengan praktik ibadah dari agama lain. Hal ini menekankan pentingnya toleransi dan penghargaan, tetapi bukan dalam konteks aqidah atau ibadah.
Lakum Dinukum Waliyadin – Prinsip Seorang Muslim
Prinsip “Lakum dinukum waliyadin” telah lama diajarkan dalam ajaran Islam. Islam tidak pernah mengajarkan untuk memupuk rasa setia kepada orang-orang kafir. Sebaliknya, Islam mengajarkan agar umat Muslim menjauhkan diri dari interaksi dengan orang-orang kafir, termasuk dalam hal ibadah mereka, perayaan mereka, dan segala hal yang terkait dengan keyakinan agama mereka.
Sebagai seorang Muslim, kita tidak boleh mempunyai rasa setia terhadap orang-orang kafir, bahkan terhadap orang tua, saudara, kerabat, atau teman yang dekat dengan kita. Salah satu bentuk rasa setia terhadap orang-orang kafir adalah tasyabuh, yaitu meniru atau menyerupai cara hidup orang-orang kafir, termasuk dalam hal berpakaian dan menjalankan adat istiadat yang menjadi ciri khas mereka.
1. Tasyabuh Terhadap Orang Kafir
Tasyabuh terhadap orang kafir merupakan bentuk rasa setia seorang Muslim kepada orang-orang kafir. Tasyabuh adalah tindakan meniru atau menyerupai orang kafir, baik dalam hal berpakaian maupun mengikuti adat istiadat yang menjadi ciri khas mereka.
Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Artinya:
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Abu Daud dan Ahmad)
2. Turut Serta dalam Perayaan Non-Muslim
Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman:
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا (72)
Artinya:
“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka bertemu dengan orang-orang yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui saja dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al-Furqon: 72)
Pada ayat tersebut disebutkan “tidak menyaksikan perbuatan zur”, yang berarti tidak menghadiri perayaan orang-orang musyrik. Ini mengindikasikan bahwa ikut serta dalam perayaan semacam itu adalah tindakan yang sangat tercela dan dianggap sebagai aib.
Lakum Dinukum Waliyadin dan Prinsip Aqidah Islam
Arti dari “Lakum dinukum waliyadin” menjelaskan salah satu prinsip aqidah dalam Islam. Aqidah merujuk pada keyakinan dasar dan pokok. Aqidah Islam mengandung arti yakin yang teguh dan pasti kepada Allah SWT, dengan melaksanakan kewajiban, mempercayai keesaan Allah (tauhid), serta taat kepada perintah-perintah-Nya. Selain itu, aqidah juga mencakup keyakinan kepada malaikat-malaikat Allah, Rasul-rasul Allah, kitab-kitab-Nya, hari kiamat, serta takdir baik dan buruk.
Sementara itu, arti dari “Lakum dinukum waliyadin” dan prinsip dalam aqidah Islam menegaskan bahwa tidak ada tawar-menawar dalam hal aqidah. Artinya, bagi umat Muslim, prinsip aqidah dan ibadah tidak dapat ditawar-tawar lagi. Namun, dalam muamalah atau hubungan sosial dengan sesama manusia, diperbolehkan tanpa memandang agama yang dianut. Terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan sesuai dengan makna dari “Lakum dinukum waliyadin” serta tafsir dan penerapannya. Berikut penjelasannya:
- Tidak menyerupai atau meniru cara hidup suatu kelompok, terutama kelompok orang-orang kafir.
- Tidak mengikuti atau turut serta dalam perayaan atau ibadah umat agama lain.
Baca juga: Robbisrohli Sodri: Tulisan Arab & Terjemahan.
Kesimpulan
Terima kasih atas pembahasan mengenai lafadz “lakum dinukum waliyadin” beserta artinya yang merupakan ayat ke-6 dari Surat Al-Kafirun. Artikel dari biayapesantren.id ini memberikan pemahaman yang baik tentang salah satu lafadz dalam bahasa Arab yang sering digunakan dalam percakapan. Semoga artikel ini bermanfaat bagi pembaca.