Pondok Pesantren Hidayatullah Samarinda – Pondok pesantren Hidayatullah di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, adalah salah satu lembaga pendidikan Islam terbaik di daerah tersebut. Program belajar di pondok pesantren ini mengikuti kurikulum yang berlaku dan juga memberikan pengetahuan agama yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Selain itu, para santri di sini juga dapat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler seperti karate, basket, futsal, dan kelompok belajar lainnya.
Pondok pesantren Hidayatullah Samarinda memiliki staf pengajar yang terdiri dari ustadz/ustazah dan guru-guru yang kompeten dalam berbagai mata pelajaran. Selain itu, lembaga ini juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung seperti ruang kelas, asrama, laboratorium praktikum, perpustakaan, lapangan olahraga, kantin, dan masjid. Semua fasilitas ini bertujuan untuk memberikan kenyamanan kepada santri selama mereka menuntut ilmu di pondok pesantren ini.
Tidak hanya itu, sejak didirikan pada tahun 1982, pondok pesantren Hidayatullah juga telah menjadi salah satu yang terbaik di Indonesia dalam menyampaikan nilai-nilai aqidah dan akhlak yang baik sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika jumlah santri di lembaga ini cukup banyak dan berasal dari seluruh penjuru Indonesia.
Bagi Anda yang berminat mendaftar di pondok pesantren Hidayatullah, Anda dapat mengunjungi pondok pesantren terdekat atau menghubungi langsung kotak atau situs web resmi Pondok Pesantren Hidayatullah untuk informasi pendaftaran. Di sana, Anda juga dapat mengetahui informasi penting lainnya, seperti kurikulum, biaya pendaftaran, biaya SPP, dan berbagai informasi lainnya mengenai pondok pesantren Hidayatullah Samarinda.
Sejarah Pondok Pesantren Hidayatullah
Pondok Pesantren Hidayatullah didirikan oleh Ustadz Amin Mahmud pada tahun 1994. Beliau adalah petugas dari Pondok Pesantren Hidayatullah Pusat Balikpapan yang dikirim untuk mendirikan cabang di Sumatera Selatan. Ustadz Amin Mahmud merupakan santri pertama yang menikah di pesantren tersebut. Setelah menikah, beliau langsung ditugaskan untuk berdakwah di luar kota, yakni Balikpapan yang kaya akan minyak. Awalnya, beliau berdakwah di sekitar Kalimantan, seperti Berau, Tarakan, Samarinda, dan Sempaja. Kemudian, beliau dipindahkan ke luar provinsi untuk tugas dakwah.
Tidak ada kata-kata yang keluar saat itu kecuali kalimat pendek, “Sami’na wa’athona.”
Ustadz Amin Mahmud diberi pilihan tempat dakwah oleh mendiang Abdullah Said (Allahyarham), pendiri Pondok Pesantren Hidayatullah Balikpapan. Namun, kedua pilihan tersebut sama-sama sulit: Palembang, Sumatera Selatan, atau Papua, Irian Jaya. Kabar buruk tentang dua daerah ini sering didengarnya, baik dari cerita orang maupun media massa.
Palembang terkenal dengan tingkat kejahatannya. Bahkan, konon, di Bumi Sriwijaya tersebut kehidupan sangat tidak aman. Suatu masalah kecil saja bisa menjadi besar. Namun, itu hanya cerita orang. Ustadz Amin Mahmud sendiri belum mengetahui dengan pasti karena belum pernah melihatnya secara langsung. Mungkin saja situasinya berbeda. Tetapi, bagaimana dengan Papua? Daerah tersebut juga tidak kalah menantang. Sebagai daerah yang terletak di ujung negeri dan kaya akan sumber daya alam, Papua dikenal dengan nyamuk malaria yang mematikan. Tidak hanya itu, konon nyamuk di sana ada yang sebesar anak ayam.
“Pilihan yang sulit,” ujar Ustadz Amin Mahmud di hadapan para santri di Pondok Pesantren Hidayatullah, Palembang, sekitar tahun 1999.
Akhirnya, beliau memilih Palembang. Tentu saja setelah mempertimbangkan berbagai hal. Namun, sebelum itu, beliau ditugaskan untuk berdakwah di Dumai pada tahun 1989 untuk membantu seorang dai yang merintis di sana. Di daerah yang juga kaya akan minyak ini, beliau hanya bertugas selama tiga tahun, yaitu dari tahun 1989 hingga 1991. Setelah itu, beliau dipindahkan ke Palembang. Di kota yang terkenal dengan makanan khas empek-empek ini, beliau bertugas cukup lama, yaitu sejak tahun 1991 hingga 2001, atau sekitar sepuluh tahun.
Seperti halnya tugas para dai Hidayatullah pada umumnya, Ustadz Amin Mahmud memulai pembangunan Pondok Pesantren Hidayatullah cabang Palembang dari awal, tanpa memiliki apa pun. Tidak ada uang pesangon atau modal jutaan rupiah yang dibawanya. Uang yang ada hanya cukup untuk transportasi dan makan. Selebihnya harus dicari sendiri. Padahal, pada saat itu beliau juga membawa anak-anak yang masih kecil.
“Pada waktu itu, keadaan sangat sulit. Kami hanya makan dengan garam dan minyak jelantah,” ujarnya.
Namun, tidak ada kata mundur dalam perjuangan. Apapun keadaan dan tantangannya, tugas dakwah harus tetap dilaksanakan. Ustadz Amin Mahmud harus menjadi penerang di pedalaman Sumatera. Sekali layar terkembang, pantang mundur ke belakang. Mungkin itulah semangat yang melandasi pembangunan pesantren tersebut. Dalam hati, beliau yakin bahwa Allah Subhanahu Wata’ala akan menolongnya, sebagaimana tertulis dalam ayat yang sering beliau dengar dari pendiri Pondok Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak, “Intansurullah yansurkum” (Jika kamu menolong agama Allah, niscaya Allah akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu).
Ustadz Amin Mahmud mendapatkan wakaf lahan dari seorang dermawan di Desa Tanjung Merbau, Kecamatan Rambutan, Kabupaten Musi Banyu Asin. Jaraknya sekitar dua jam perjalanan dari kota. Sangat jauh. Lahan tempat pesantren akan dibangun masih berupa hutan. Pepohonan besar tumbuh lebat, sebagiannya berupa rawa-rawa. Tidak ada masyarakat yang tinggal di sana. Tempat itu sangat sepi dan terasa angker.
Sebelum pesantren dibangun, tempat ini konon dianggap angker, sebagai tempat pembuangan mayat. Entah benar atau tidak, banyak orang yang percaya demikian. Kadang-kadang, katanya, terlihat harimau yang lewat di sana. Oleh karena itu, jarang orang yang berani melewati jalan depan tempat tersebut pada malam hari karena takut. Mungkin itulah alasan mengapa lahan tersebut diwakafkan untuk dibangun pesantren agar menjadi ramai dan aman.
Karena belum ada rumah yang bisa ditempati, Ustadz Amin Mahmud tinggal di kota. Selama itu, beliau harus pulang pergi sampai akhirnya rumah sederhana dan masjid dapat dibangun. Secara perlahan tapi pasti, pesantren yang terletak di pelosok Rambutan tersebut mulai berkembang. Dimulai dengan pembangunan masjid yang cukup representatif, kemudian rumah untuk Ustadz, asrama, dan gedung sekolah.
Bantuan dari berbagai pihak datang seperti hujan yang turun dari langit. Sepertinya tak ada hentinya. Ada orang-orang yang datang ke pelosok tersebut dan memberikan bantuan, baik yang dikenal maupun yang tidak. Padahal, jika dipikir secara logika, itu mustahil. Begitu pula yang dikatakan oleh orang-orang pada saat itu, “Mau mendirikan pesantren tanpa modal?” Ustadz Amin Mahmud mengatakan bahwa bantuan tersebut bukan datang begitu saja, tetapi diatur oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Bagaimana caranya? Dengan melaksanakan shalat tahajud.
Oleh karena itu, Ustadz Amin Mahmud dan para santrinya tidak pernah berhenti melaksanakan shalat tahajud setiap malam, mulai pukul 2:30 hingga selesai. Kadang-kadang, mereka bahkan melakukannya selama dua jam hingga menjelang subuh. Untuk membangunkan para santri, dijadwalkan piket malam atau yang biasa disebut ribath. Piket tersebut memiliki dua tugas: menjaga pesantren dan membangunkan santri untuk melaksanakan shalat tahajud. Hal ini harus dilakukan karena pesantren tidak aman dari pencuri.
Ternyata, sapi pesantren pernah dicuri beberapa kali. Meskipun bentuknya besar dan bisa berbunyi, setelah dicuri dan dibawa ke hutan, sapi tersebut hilang tanpa jejak. Tidak bisa ditemukan. Hal yang sama juga terjadi pada sepeda motor. Meskipun berada di dalam rumah, tetap saja dicuri oleh maling. Bahkan, maling tersebut sempat makan di dapur. Konon, dia bahkan menggunakan kamar mandi. Kejadian-kejadian seperti ini sangat menggelikan.
Meskipun sudah ada piket, tetap saja ada kecolongan. Apalagi jika tidak ada piket sama sekali, entah apa yang akan terjadi. Mungkin sapi-sapi di dalam kandang akan hilang. Selain menjaga keamanan, tugas utama dari petugas ribath adalah membangunkan santri. Mereka mendatangi asrama yang berupa gubuk-gubuk kayu dan papan yang tersebar di lahan seluas sekitar 20 hektar.
“Qummm. Qummm. Qummm. Qiyamul lail….!”
Itu adalah suara yang sudah tidak asing ketika pukul 2 dini hari. Petugas ribath akan mengetuk pintu, membuka kelambu, dan menarik selimut. Mereka akan mengelilingi asrama dua kali. Jika santri masih tidur saat kali ketiga, mereka akan disiram air. Namun, itu tidak cukup. Petugas takmir masjid juga akan mengumumkan melalui pengeras suara. Dengan begitu, tidak ada lagi santri yang berani bersembunyi di balik selimut. Jika ada yang berani melanggar, mereka harus siap menerima hukuman keesokan paginya.
Pesantren terus berkembang. Bangunan semakin bertambah, terutama rumah sederhana untuk para ustadz. Begitu juga dengan asrama santri. Meskipun masih sederhana, terdiri dari gubuk-gubuk bertingkat dengan dinding papan dan atap daun ijuk. Ada sekitar enam gubuk yang tersebar di sudut-sudut pesantren. Jarak antar gubuk cukup jauh, beberapa puluh meter. Hal ini sengaja dilakukan agar kompleks pesantren seluas 20 hektar tersebut cepat terang.
Pondok Pesantren Hidayatullah Rambutan sekarang telah memiliki lembaga pendidikan, seperti RA Yaa Bunayya, MI Mardhatillah (full day school), MTs Mardhatillah Putra/Putri (Boarding School), dan MA Mardhatillah Putra/Putri (Boarding School).
Pindah ke Kudus, Jawa Tengah
Jumlah santri semakin banyak. Mereka berasal dari daerah sekitar, seperti Sako, Lingkis, Parit, Sungai Duo, Beringin, hingga daerah-daerah transmigrasi. Peran dan keberadaan pesantren mulai terasa. Pesantren menampung santri yang tidak mampu, termasuk yatim piatu. Semua kebutuhan mereka ditanggung, seperti asrama, pendidikan, dan makanan. Semuanya gratis. Darimana sumber dananya? Dari Allah!
Tidak hanya santri putra, pesantren juga menampung santri putri. Pendidikan yang ada saat itu adalah Madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan SMP. Bagi yang ingin melanjutkan ke jenjang selanjutnya, mereka dikirim ke cabang lain yang sudah memiliki SMA. Ada juga yang dikirim ke Jawa, seperti Abdul Rosyid, Hizbullah, dan Dadan Abdullah Fatah, yang kemudian menjadi menantu Ustadz Amin Mahmud dan meneruskan perjuangan pesantren di Palembang.
Sayangnya, ketika pesantren sedang berkembang dan peran Ustadz Amin Mahmud dirasakan oleh masyarakat, beliau harus pindah tugas lagi. Kali ini ke Kudus, Jawa Tengah. Semua yang telah dilakukan di Palembang ditinggalkan dan menjadi warisan amal yang baik. Di tempat baru yang dikenal sebagai pusat para wali, Ustadz Amin Mahmud lebih banyak berdakwah. Namun, itu pun tidak berlangsung lama.
Setelah itu, beliau pindah lagi dan merintis pesantren baru di Cepu, Jawa Tengah. Beliau terus berjuang dalam dakwah. Tidak pernah berhenti, meskipun usianya semakin tua. Hidupnya telah diabdikan untuk dakwah. Apapun yang terjadi, beliau tidak boleh mundur. Harus tetap berada di medan dakwah. Hal yang sama saat beliau merintis pesantren, di tempat baru tersebut beliau harus bekerja keras. Dakwah dan berdakwah terus bergeser tanpa henti.
Sekarang, Pondok Pesantren Hidayatullah Rambutan telah memiliki lembaga pendidikan, seperti RA Yaa Bunayya, MI Mardhatillah (full day school), MTs Mardhatillah Putra/Putri (Boarding School), dan MA Mardhatillah Putra/Putri (Boarding School).
Program Pendidikan Pondok Pesantren Hidayatullah
Pondok Pesantren Hidayatullah saat ini menawarkan beberapa program pendidikan, termasuk Play Group, MI, SMP, dan SMA. Program Play Group didesain khusus untuk menanamkan nilai-nilai positif sejak usia dini. Metode pembelajarannya mengikuti perkembangan pendidikan terkini, seperti menggunakan sistem sentra dan kurikulum berbasis kompetensi.
Untuk tingkat MI, pendidikan yang setara dengan sekolah dasar diberikan dengan mengadopsi kurikulum SD. Selain itu, MI Hidayatullah juga memberikan pendidikan khusus dalam membaca dan menghafal Al-Qur’an. Minimal, para siswa diwajibkan menghafal 3 juz untuk program umum dan 5 juz untuk program Takhasuss dengan menggunakan metode khusus.
Sementara itu, di tingkat SMA, siswa wajib tinggal di asrama. Sistem ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk memahami ajaran Islam secara lebih mendalam dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan bimbingan guru, serta untuk belajar mandiri.
Dengan menghadirkan berbagai program pendidikan tersebut, Pondok Pesantren Hidayatullah berkomitmen untuk memberikan pendidikan yang holistik dan mengembangkan potensi siswa dalam aspek akademik, moral, dan spiritual.
Syarat Pendaftaran Pondok Pesantren Hidayatullah
Bagi mereka yang berminat untuk mendaftar di Pondok Pesantren Hidayatullah, tentunya harus memenuhi beberapa persyaratan yang berlaku. Berikut ini adalah syarat-syarat yang perlu Anda persiapkan saat mendaftar di Ponpes Hidayatullah:
- Fotokopi Kartu Keluarga (KK) sebanyak 5 lembar.
- Fotokopi KTP kedua orang tua masing-masing sebanyak 5 lembar.
- Fotokopi Ijazah terakhir yang sudah dilegalisir sebanyak 5 lembar.
- Fotokopi Akte kelahiran sebanyak 5 lembar.
- Fotokopi SKHU yang sudah dilegalisir sebanyak 5 lembar.
- Fotokopi Kartu Pelajar Jenjang Sebelumnya.
- Fotokopi Kartu Peserta ujian jenjang sebelumnya.
- Fotokopi raport.
- Surat Keterangan Sehat dari Dokter.
- Surat Kelakuan Baik dari Kepolisian atau dari Sekolah asal.
- Pas foto ukuran 4×3 dengan latar belakang warna merah dan menggunakan seragam sekolah.
Pastikan Anda mempersiapkan semua dokumen yang diperlukan dengan jumlah lembaran yang sesuai. Dengan memenuhi persyaratan ini, Anda dapat melanjutkan proses pendaftaran di Pondok Pesantren Hidayatullah dengan lancar.
Biaya Masuk Pesantren Hidayatullah
Biaya pendaftaran di pondok pesantren Hidayatullah telah ditetapkan sebesar Rp 400.000, sedangkan biaya masuk untuk tingkat MTs sekitar Rp 10 juta dan untuk tingkat MI sekitar Rp 5 juta. Biaya tersebut mencakup pengembangan sarana dan prasarana dengan jumlah Rp 4.500.000 untuk MTs dan Rp 3.000.000 untuk MI. Untuk informasi lebih lanjut, berikut adalah tabel yang dapat kita lihat bersama.
Cara Pendaftaran Pondok Pesantren Hidayatullah
Untuk mendaftar di Pondok Pesantren Hidayatullah, Anda dapat langsung mengunjungi pondok pesantren dengan membawa persyaratan lengkap sesuai dengan yang telah kami sampaikan sebelumnya. Setelah itu, Anda akan mendapatkan petunjuk dari para pembimbing di Pondok Pesantren Hidayatullah mengenai proses selanjutnya.
Baca juga: Pondok Pesantren Ngalah Pasuruan Jawa Timur: Biaya & Program.
Alamat Pondok Pesantren Hidayatullah
Pondok Pesantren Hidayatullah Samarinda terletak di Jl. Perjuangan No.22, RT.1, Sempaja Sel., Kec. Samarinda Utara, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 75243, Indonesia. Jika Anda berminat untuk mendaftar menjadi salah satu santri di pondok pesantren ini, Anda dapat datang langsung ke alamat tersebut atau menghubungi nomor 0821-4343-4070 untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap. Tim kami akan dengan senang hati memberikan bantuan dan penjelasan lebih lanjut.
Baca juga: Pondok Pesantren Isy Karima : Alamat, Syarat & Biaya Masuk.
Kesimpulan
Pondok pesantren merupakan tempat yang memungkinkan kita untuk mendalami ilmu agama dengan lebih mendalam. Di Indonesia, terdapat banyak pondok pesantren dengan berbagai aliran, salah satunya adalah Pondok Pesantren Hidayatullah Samarinda. Di pondok pesantren ini, kita akan diajarkan ilmu agama sesuai dengan syariat Islam yang baik dan benar, dengan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Al-Hadis.
Sahabat sekalian, itulah informasi yang ingin biayapesantren.id sampaikan. Kami berharap informasi di atas dapat membantu Anda dalam memilih dan menemukan pondok pesantren terbaik di Indonesia dengan biaya yang terjangkau.